Jumat, 19 Agustus 2011

Leadership : Lesson From Napoleon Bonaparte

Napoleon Bonaparte
       Suatu hari, salah satu jendral perang Napoleon berlari tergopoh-gopoh dan meminta Napoleon serta seluruh pemimpin pasukan untuk berkumpul. Napoleon sebenarnya sudah bisa membaca berita apa yang akan diumumkan jendralnya. Namun ia memilih untuk diam dan mendengarkan. Jendral itu mulai menceritakan bahwa pasukan yang ia pimpin baru saja mengalami kemenangan besar. Dengan antusias ia mulai menceritakan setiap detail pertempuran yang terjadi dan sepak terjang pasukan yang ia pimpin dalam mengalahkan musuh.
        Napoleon mendengarkan dengan tenang namun tidak mengeluarkan sepatah kata apapun dari mulutnya. Sang Jendral pun mulai heran. Ia berharap akan mendapatkan ekspresi kaget dari sang Napoleon. Jendral itu sudah membayangkan bahwa ia akan menerima pujian yang luar biasa. Melihat reaksi yang biasa-biasa saja dari Napoleon, jendral itu berusaha menceritakan lebih antusias, bahkan mulai mengulang bagian-bagian detail yang dia anggap sangat membanggakan. Namun tetap saja Napoleon mendengar dengan tenang tanpa memberiakan komentar apapun.
Lama-kelamaan semangat jendral mulai turun. Akhirnya dengan sedikit kecewa, ia menyelesaikan ceritanya. Begitu jendral itu selesai berbicara, Napoleon melontarkan sebuah pertanyaan, “Setelah kemenangan ini, apakah yang akan kau lakukan kemudian?” jendral itu terperanjat dan terdiam. Ia tidak menyangka akan mendapatkan pertanyaan seperti ini. Namun sebaris pertanyaan yang dilontarkan Napoleon segera menjadi pelajaran bukan hanya oleh jendral itu, melainkan juga semua orangn yang hadir dalam pertemuan tersebut.

       Pemimpin sejati bukanlah orang yang tinggal diam setelah mencapai sukses. Mereka memang merayakan kemenangannya dan mengenangnya, namun segera mengalihkan pandangannya dan mencari target baru. Pemimpin yang sesungguhnya adalah orang yang selalu bergerak. Kadang kala kita begitu mudah terlena dengan pencapaian dan mulai bersantai-santai. Napoleon telah mengajarkan kepada kita untuk menjadikan kesuksesan sebagai batu pijakan meraih kesuksesan lain, bukan sebagai kursi sofa yang membuat menbuat kita nyaman dan diam di tempat.

Minggu, 14 Agustus 2011

Leadership : Lesson From Thomas Alva Edison

Tahun 1914 menjadi tahun yang sangat bersejarah dalam kehidupan Thomas Alva Edison. Di usianya yang sudah lanjut, tiba-tiba pabrik dan tempat kerjanya di New Jersey mengalami kebakaran. Hampir sebagian besar hasil usaha dan pemikirannya selama berpuluh puluh tahun terbakar habis. Setelah api mulai reda dan hanya menyisakan puing-puing, anak Edison yang bernama Charles mencari ayahnya di tengah kekacauan. Ia menemukan ayahnya sedang berdiri memandang sisa-sisa hasil kerjanya dengan tenang. Kerugian yang harus diterima akibat kebakaran itu ditaksir mencapai 2 juta dolar. Namun, wajah Edison masih tampak teguh bergeming.

Charles mulai risau melihat keadaan ayahnya. Charlesberpikir dengan usianya ayahnya yang 67 tahun, kebakaran itu tentu akan memberikan guncangan yang cukup keras terhadap mentalnya.

keesokan paginya Edison kembali mendatangi dan mengamati sisa kebakaran. Setelah sesaat memeriksa puing-puing yang ada, Edison berkata, "Ini adalah sebuah bencana yang berharga. Semua kesalahan kita sudah dibakar habis! Syukur kepada Tuhan sekarang kita bisa memulai yang baru." Tiga minggu setelah peristiwa kebakaran itu, Edison berhasil menemukan phonograph.

Apa yang membedakan antara seorang pemimpin sejati dan pemimpin biasa adalah ; pemimpin sejati mampu melihat segala sesuatu dengan cara yang berbeda. Edison tidak melihat kebakaran itu sebagai akhir dari karir dan kehidupannya. Ia justru menggunakan kebakaran itu sebagai batu loncatan untuk lebih mengobarkan kreativitasnya. Selain itu, ditengah guncangan yang hebat, Edison masih mampu menjaga semangat rekan kerja, keluarga, dan para karyawannya. Edison sanggup menembus kemalangannya dan meilhat berbagai kemungkinan positif yang terbentang dihadapannya.
inilah rahasia mengapa ada beberapa pemimpin sejati yang masih tetap berprestasi walaupun di masa-masa sukar- karena mereka mampu melihatnya dengan cara yang berbeda.

Bagaimanakah caramu dalam memandang suatu masalah?
caramu ini akan menentukan apakah kamu akan menuntaskan masalahmu dengan sukses kemenangan atau kamu justru akan terlindas olehnya

dikutip dari :
Iwan Wahyudi. Crazy. (Jakarta:Gramedia,2009). 32